BATIK LOSARI
PEREMPUAN DAN KEBUDAYAAN
[…] Perempuan adalah salah satu aset terbesar Nusantara. Kebudayaan adalah kekayaan Indonesia yang harus dipelihara [...]
Yayasan Losari melihat kedual hal ini berkaitan erat. Kami ingin memberikan kesempatan pada perempuan agar dapat meningkatkan taraf kehidupan mereka dengan kegiatan pemeliharaan kebudayaan. Ketika kualitas kehidupan perempuan meningkat, akses untuk mendapatkan kesehatan makin terbuka, keluarga makin terjaga, dan yang paling penting anak yang menjadi masa depan Indonesia akan tumbuh kembang dengan sehat. Sehingga bukan suatu kebetulan, jika pada saat yang bersamaan, batik sebagai salah satu kekayaan Indonesia tetap terpelihara dan terjaga.
Batik di Indonesia
Berbicara busana nasional Indonesia, maka tidak sedikit orang yang di luar kepala langsung menyebut kata “batik”. “Batik” merupakan salah satu kontribusi budaya yang bernilai tinggi dari Jawa. Asal-usulnya boleh saja masih diperdebatkan, tetapi yang pasti kain berbatik mencapai puncak ‘kesempurnaannya’ di tanah Jawa. Sejarah batik di Indonesia tidaklah terlalu tua, diperkirakan baru mulai berkembang pesat pada abad 17, tetapi batik sampai sekarang masih mampu terus ‘terlibat’ bahkan menjadi satu dalam kehidupan sehari-hari orang Indonesia. Tidak pernah menjadi usang, walau waktu terus maju dan zaman semakin modern.
Kain berbatik pertama kali berkembang pesat dari keraton. Setiap lembar kain memiliki keunikan; tidak berhenti hanya sebagai penutup tubuh, tetapi yang paling penting kain berbatik memiliki hubungan erat dengan spiritual dan kedudukan. Pola ragam hias bukan sekadar alasan estetika berupa komposisi dan tata warna menarik, melainkan harus dapat menjelaskan atau memperkuat kedudukan orang yang mengenakannya, selain juga sebagai suatu permohonan. Pola khusus ini diperuntukkan hanya untuk raja dan keturunannya langsung, serta orang-orang yang ada di dalam keraton.
Seiring dengan perkembangan zaman, kain batik mulai menjalar keluar keraton. Pola khusus raja dan keluarganya menjadi “pola larangan” sehingga kain berbatik yang berkembang di luar keraton, walaupun mengambil inspirasi dari pola keraton, tetapi dalam penerapannya terjadi modifikasi yang membuatnya berbeda baik dalam pola ragam hias, isen-isen, maupun komposisi warna.
Tahun 2009, UNESCO menyatakan batik Indonesia sebagai “Budaya Tak-benda Warisan Manusia”, karena melihat kedudukan kain berbatik ini mempunyai makna yang tidak lepas dari kehidupan sehari-hari. Kain berbatik yang diakui sebagai warisan budaya adalah kain yang pembuatannya menggunakan teknik celup rintang baik dengan canting maupun cap, serta di dalamnya terkandung simbol budaya yang menjadi identitas rakyat Indonesia mulai dari lahir sampai meninggal, misalnya kain untuk menggendong bayi, kain untuk dikenakan pengantin, kain untuk waktu duka, dan lain-lain. Singkat kata, kain berbatik idealnya, walau di tengah kemajuan zaman, adalah selembar kain yang memiliki makna seni, adat, lingkungan, dan pandangan hidup dengan teknik pengerjaan perintang warna menggunakan malam panas.
Batik Losari: Penafsiran Baru Konsep Tradisional
Di Losari, kami berusaha untuk tetap setia dengan "konsep batik Indonesia sebagai warisan budaya Jawa". Teknik pengerjaan dengan canting atau cap dan malam panas serta proses pewarnaan alam menjadi fokus. Sekilas, pola ragam hias Batik Losari terlihat sederhana, tetapi ini merupakan hal-hal yang dekat di hati perajin dan juga kebanyakan masyarakat modern: mengingatkan bahwa kehidupan manusia dipelihara alam. Dengan konsep ini maka sudah sepantasnya kami tetap melakukan pewarnaan alami dan menggunakan tekstil yang juga diproses secara alami, sebagai kontribusi kecil terhadap pemeliharaan lingkungan.
Saat ini Batik Losari memproduksi batik di Desa Jlamprang, Magelang dengan sepuluh orang perajin batik dan dua orang artisan pewarna alam. Penggunaan bahan atau kain juga terbuat dari serat alam seperti katun dan sutera yang dibuat melalui proses pembuatan yang alami, tanpa menggunakan bahan kimia. Ragam hias inspirasinya berasal dari alam seperti “kopi pecah”, daun kopi, daun pisang, sulur, bunga cengkih, buah-buahan, rempah-rempah, dan palawija yang kemudian digabungkan dengan garis-garis, poleng ataupun pola geometris modern sehingga menghasilkan desain kontemporer.
Singkatnya, walaupun sehelai kain Batik Losari terlihat "modern dan rustic", tetapi ini adalah hasil pemikiran sederhana perempuan Jawa zaman sekarang untuk membawa batik agar bisa dikenakan masyarakat luas tanpa menyalahi filosofi "pola larangan". Selain itu, pola ragam hias Batik Losari yang "tidak ramai atau tidak repot" juga amat cocok untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yang menuntut langkah cepat; dengan mudah dapat dipadukan dengan apa saja dan untuk siapa saja. Batik Losari, kami mencoba memberikan makna filosofi tradisional dibalik estetika kesederhanaan modern (modern simplicity).