BATIK INDIGO
Si Biru Cantik yang Populer
Foto : dok. Batik Losari, istimewa
Pecinta batik tentunya tak asing lagi dengan batik berwarna biru nila yang disebut dengan batik indigo, batik tarum, atau batik tom. Istilah batik indigo sendiri sebenarnya lebih kepada cara pewarnaan yang menggunakan pewarna alam yaitu indigofera tinctoria. Warna yang diperoleh melalui proses fermentasi daun pohon indigo, atau nila, tarum, dan tom dalam bahasa Indonesia, selama waktu tertentu. Daunnya yang menghasilkan warna biru tua, biasa disebut wedelan. Tumbuhan Indigofera tinctoria ini berperawakan perdu kecil dengan tinggi mencapai 1 m, dengan bunga yang panjangnya 5 mm, polongnya lurus atau sedikit bengkok, berisi 7-12 biji.
Warna biru alami dari indigofera tinctoria ini sangat meresap kedalam kain batik, sehingga memiliki ketahanan warna yang tinggi. Cara pewarnaan menggunakan pewarna alam selalu dipertahankan oleh para perajin tradisional untuk menjaga tradisi luhur dalam membatik, juga karena faktor tingkat ketahanan warna yang lebih baik terhadap bahan kimia lain seperti detergen yang bersifat asam maupun karena faktor terpaan sinar matahari dalam jangka waktu yang lama.
Nila adalah tumbuhan asli Asia tropis, yang kemudian menyebar ke daerah bersuhu sedang. Nama indigo, atau indian indigo berasal dari bahasa Inggris. Di Filipina, tumbuhan ini disebut tagung-tagung, talom, atau tailung, sementara di Malaysia disebut tarom atau nila. Nama lain di daerah penyebarannya adalah kraam atrau na-kho (Thailand), cham (Vietnam), basma (Iran dan negara-negara pecahan Uni Soviet).
Si Biru dengan Banyak Manfaat
Pada umumnya, indigofera dimanfaatkan secara luas sebagai sumber pewarna biru. Tapi ternyata tak hanya itu, jenis-jenis ini juga dianjurkan untuk ditanam sebagai tanaman penutup tanah dan sebagai pupuk hijau, khususnya di perkebunan-perkebunan teh, kopi, dan karet. Bahkan daun Indigofera arrecta dan Indigofera tinctoria digunakan dalam pengobatan tradisional . Remasan daunnya apabila dicampur dengan sirih dan pinang muda dapat dimanfaatkan sebagai param gosok pada luka memar. Jika dicampur dengan cairan bawang, dimanfaatkan sebagai obat cacing pada anak-anak. Sari daunnya apabila dicampur dengan madu dapat meringankan penderita penyakit hati dan epilepsi, sedangkan sari akarnya sebagai penawar keracunan arsen. Daun nila juga biasa digunakan sebagai obat untuk menyembuhkan luka kulit, seperti luka karena gigitan serangga, gatal-gatal, bahkan luka karena gigitan kalajengking.
Tumbuh di Tempat Terbuka
Jenis-jenis indigofera dapat tumbuh dari 0 meter sampai 1.650 m diatas permukaan laut, dan tumbuh subur di tanah gembur yang kaya akan bahan organik. Sebagai tanaman penghasil pewarna, indigofera ditanam di dataran tinggi dan sebagai tanaman sekunder ditanah sawah, dengan lahan berdrainase cukup baik.
Indigofera tinctoria tidak toleransi terhadap curah hujan tinggi dan penggenangan. Dalam keadaan tumbuh secara alami, jenis-jenis nila dijumpai di tempat-tempat terbuka dengan sinar matahari penuh, misalnya lahan-lahan telantar, pinggir jalan, pinggir sungai, dan padang rumput, kadang-kadang sampai ketinggian 2.000 meter diatas permukaan laut. Pada umumnya penduduk asli menanam indigo di tanah tegalan, maupun di sawah sebagai tanaman palawija setelah panen padi.
Telah Dibudidayakan Sejak Abad ke 16
Pembudidayaan indigofera telah dimulai pada abad-16 di India dan Asia Tenggara. Kemudian, perkebunan –perkebunan besar juga bercocok tanam tumbuhan ini di Amerika Tengah dan Amerika Serikat bagian selatan. Produksi tarum sintetik secara komersial yang dimulai digunakan pada tahun1897, terbukti membahayakan produksi tarum alami, dan menjelang tahun 1914 hanya 4 % dari keseluruh produksi dunia berasal dari pewarna nabati. Kini, tanaman tarum masih dibudidayakan untuk keperluan pewarna, tetapi hanya dalam skala kecil, yaitu di India ( di bagian utara Karnataka) dan di beberapa tempat di Afrika dan Amerika Tengah. Di Indonesia Indigofera masih dibudidayakan di beberapa desa pantai utara dan di seluruh wilayah Indonesia Timur, yang digunakan untuk mewarnai kain tradisional dan kain untuk keperluan upacara adat.
Sejarah batik indigo sekitar 2500 tahun SM, warna biru nila dipakai untuk mewarnai pakaian raja atau kaisar atau pangeran untuk menunjukkan kekuasaan, kepemimpinan, kesetiaan, dan kebijaksanaannya. Sejak dahulu masyarakat pulau Jawa juga telah mengenal dan selalu menggunakan pewarna yang berasal dari alam dengan tujuan agar sebuah karya seni berupa kain batik indigo ini menyatu antara filosofi yang terkandung didalam motif batiknya dengan alam. Beberapa jenis warna dari pewarna alam seperti pareanom yaitu sinergi warna antara kuning dan hijau, Bangun Tulak (biru-putih), Gula Kelapa (merah-putih), dan Banteng Ketaton (merah-hitam).
Motif batik indigo sudah dituangkan ke dalam kain batik seperti motif parang, truntum, sidomukti, dan beberapa jenis batik kuno lainnya dan hingga kini terus dikembangkan untuk motif-motif kontemporer.
Proses Sederhana Pembuatan
Daun Indigofera dapat digunakan untuk bahan pewarna dalam membuat batik tulis. Selain ramah lingkungan pewarna batik dari bahan alam akan menghasilkan warna yang sangat kuat dan tahan lama. Kandungan zat warna yang terdapat di dalamnya memiliki karakter warna biru-hijau, tergantung fiksatornya. Proses pengambilan zat warna dari tanaman indigofera ini tidak mudah, harus melalui tahapan yang tidak sederhana.
1. Membuat Pasta Indigofera
Untuk pembuatan 1 kg pasta, pilih daun Indigo yang segar (kurang lebih 7-9 kg)
Rendam daun indigo segar dalam air selama 2 hari
Saring larutan yang terbentuk, tuangkan pada bak/ember yang berbeda
Masukkan air kapur, lalu lakukan proses aerasi atau bisa dilakukan dengan cara mengambil larutan dengan gayung lalu menuangkan larutan kembali ke ember dari ketinggian hingga menimbulkan buih-buih. Proses aerasi ini dilakukan hingga buih-buih yang tercipta menghilang, dan larutan hijau berubah menjadi biru.
Kembali diamkan larutan biru yang tercipta selama satu hari hingga tercipta endapan berwarna biru pekat.
Buang larutan bening diatasnya, ambil endapan berwana biru di bagian bawah yang sudah menjadi Pasta Indigo.
2. Membuat Larutan Pewarna dari Pasta
Pasta Indigo yang terbentuk sudah siap digunakan untuk mewarnai, caranya adalah sebagai berikut :
Campur 1kg Pasta indigo dengan 5lt air, larutkan
Tambahkan Kapur dan Gula Jawa / Gula Aren / Gula Legen, dengan perbandingan 1:1 atau bisa juga 2:1, tergantung eksperimen dan arah warna yang dihasilkan.
Catatan: Gula dilarutkan dahulu dengan cara direbus dengan air secukupnya
Diamkan larutan selama setengah hari (kurang lebih 12 jam) hingga larutan berwarna hijau.
Larutan Indigo siap digunakan untuk mencelup/mewarnai kain.
Bahan : dari berbagai sumber, Instruction Brochure “Pewarnaan Batik Dengan Zat Warna Alam Indigo” produk Kementerian Perindustrian RI, Balai Besar Kerajinan dan Batik Yogyakarta (2010)